Kita ada, karena seseorang di atas
Loteng masih menyimak langkah menerka
arah; sebaris kata asing bersama gerimis, saling
menjabat gigil masing-masing.
Mungkin kita tiba di kelokan sana, ia menutup
tirai dan menghapus sisa senja di kaca
jendela, lalu kitapun berpisah. Aku tahu kelak,
kau segera menemukan pintu itu,
lalu mengental bersama tinta. Sedang aku,
semakin letih menerka siapa
larut dalam kabut menunggu.

Cianjur, 05 Juni 2010